Monday, April 22, 2013

Budidaya Ikan Laut, Berpotensi Merusak Ekosistem Laut



KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi perikanan tahun ini 12,26 juta ton atau meningkat 27 persen dibandingkan kinerja produksi 2010. Produksi perikanan itu terdiri atas perikanan tangkap 5,41 juta ton dan perikanan budidaya 6,85 juta ton. KKP mengalokasikan anggaran sebesar Rp 300 miliar di sektor perikanan budidaya diharapkan menjadi garda utama penopang produksi perikanan.
Ada beberapa langkah yang akan dilakukan pemerintah untuk mencapai target produksi perikanan pada 2011. KKP akan melanjutkan kampanye Gemar Makan Ikan (Gemarikan) yang akan difokuskan di Pulau Jawa. KKP menargetkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia tahun ini meningkat menjadi 31,64 kilogram perkapita atau meningkat dibandingkan tahun lalu sekitar 30,47 kilogram perkapita.

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki perairan yang sangat luas, dimana 75 persen dari luas negara Indonesia berupa perairan laut dengan panjang pantai mencapai 95.000 Km, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5.800.000 Km2. Dengan demikian jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka luas perairan Indonesia merupakan terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

Upaya memanfaatkan sumber daya perikanan Nusantara secara optimal ternyata masih menghadapi berbagai kendala, seperti masalah anggaran, teknologi penangkapan, budidaya (teknologi dan keterampilan), teknologi pengolahan, serta penyediaan armada kapal penangkapan ikan. Keterbatasan sarana dan prasarana penangkapan, khususnya kemampuan armada penangkapan ikan sehingga wilayah operasional penangkapan ikan terbatas sekitar pantai.

Untuk budidaya perikanan laut dengan menggunakan keramba jaring apung banyak ditemui di daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku dan Lampung. Pengembangan budidaya ikan kerapu (Groupe/Trout) dengan karamba jaring apung (Kajapung) menjadi alternatif untuk mengatasi kendala peningkatan produksi perikanan laut. Yang paling penting dengan pengembangan usaha ini adalah, bahwa harga jual produksi dari tahun ke tahun semakin baik dan sangat prospektif. Selain itu dengan teknologi budidaya karamba ini, produksi ikan dapat dipasarkan dalam keadaan hidup, dimana untuk pasaran ekspor ikan hidup nilainya lebih mahal hingga mencapai 10 kali lipat dari pada ekspor ikan segar.

Sayangnya, budidaya ikan kerapu yang menggunakan keramba jaring apung dapat merusak ekosistem laut.  Namun, budidaya yang tidak efisien juga tetap bisa merusak ekosistem terumbu karang. Direktur Eksekutif LSM Mitra Bentala Herza Yulianto  mengatakan, kerapu biasanya dibudidayakan di keramba apung di laut lepas yang kadang berada di wilayah yang terumbu karangnya masih bagus. Dengan demikian, kondisi lingkungan keramba secara langsung berpengaruh terhadap ekosistem terumbu karang.

Herza mengungkapkan, potensi kerusakan berasal dari material sisa budidaya. “Untuk kerapu, dampak limbahnya bisa lebih kritis karena langsung kontak dengan lingkungannya,” ungkap Herza.
Menurut Herza, kerusakan masif terumbu karang memang belum terjadi saat ini, tetapi perlu diantisipasi. Ia menekankan penggunaan pakan yang efisien dan pemantauan dasar perairan untuk mendeteksi adanya akumulasi limbah. Herza bersama timnya juga pernah mengembangkan rumpon untuk mengatasi masalah tersebut. “Harapannya nanti sisa pakan bisa dimakan oleh ikan-ikan yang terkumpul di situ, tidak langsung ke dasar,” urainya.

Herza menambahkan, untuk mengantisipasi dampak lingkungan akibat budidaya, perlu diupayakan peraturan tentang zonasi dan perizinan. “Soal lingkungan misalnya, zonasi budidaya juga harus melihat wilayah-wilayah tertentu yang dilindungi, misalnya karena adanya terumbu karang, padang lamun, atau lokasi pemijahan ikan,” jelasnya.

Masih kata Herza, selain kerapu yang terkena masalah dari pembuangan tambak udang, mangrove alias bakau juga terkena akibatnya. Ia  menduga terjadinya alih fungsi mangrove di sekitar pantai Lampung. Banyak tambak rakyat yang membabat habis bakau ataupun mencemari tanaman tersebut dengan limbah tambak.

“Tambak ini hadir menjadi salah satu penyebab berkurangnya kawasan mangrove . Jadi kita bilangnya alih fungsi mangrove menjadi pertambakan. Kalau bicara soal pencemaran ada dampak dari perubahan fungsi mangrove itu sendiri. Pertama secara ekologis fungsi mangrove itu menurun, dia sebagai filtrasi, sebagai penahan ombak. Di satu sisi  dengan berkembangnya pertambakan yang tidak terkendali memang ada persoalan bagaimana soal limbah-limbah tambak itu sendiri tidak terkelola dengan baik, khususnya tambak-tambak skala menegah,” terangnya.

Mengelola Budidaya Ikan Laut Harus Ramah Lingkungan

LAMPUNG adalah salah satu daerah di Indonesia yang mengembangkan banyak program budidaya. Mulai dari kuda laut, teripang, ikan badut, pohon bakau, rumput laut, udang windu, serta yang paling terkenal ikan kerapu dan udang vaname. Budidaya sektor perikanan dipilih karena Lampung punya garis pantai terpanjang di Indonesia, yaitu lebih 1000 kilometer, dengan hampir 70 pulau kecil di sekitarnya.
Sebelumnya, nelayan menangkap ikan kerapu menggunakan bom sehingga dapat merusak ekosistem laut. Sejak diperkenalkan budidaya ikan kerapu pada tahun 1999, nelayan mulai mengembangkan dengan menggunakan kerambah jaring apung.

Tambak udang seringkali dipersalahkan dalam pencemaran lingkungan, terutama pencemaran pada budidaya  bakau dan ikan kerapu.  Keluhan utama adalah sistem pembuangan air kotor atau limbah dari tambak udang.
Tak semua petambak udang sembarangan membuang limbah bekas pakan. Salah satu petambak udang vaname, Maryanto, punya cara jitu mengurangi pencemaran lingkungan. Sudah delapan bulan ini ikan bandeng membantu pengolahan air bersih untuk udang vanamenya.
“Ada yang bilang satu-satu. Maksudnya, satu untuk budidaya bandeng untuk kita mafaatkan airnya itu. Yang satu untuk budidaya udangnya sendiri. Jadi kita air ngambil dari udangnya itu. Kalau air dari muara kita, dari muara masuk ke kolam tendon pertama. Di situ sudah ada bandeng, ada juga yang pakai  ikan nila kan. Kolam kedua masih di bandeng. Abis kolam kedua, masuk lagi ke udang, kolam budidaya,” ujarnya.
Ikan bandeng mempunyai lendir yang dapat menyaring kotoran dan sejumlah zat yang ada dalam air. Sekitar 3 sampai 5 hari air berada di kolam bandeng sebelum masuk ke tambak udang. Begitu pula nantinya dalam pembuangan air bekas kolam udang. Air bekas terlebih dulu masuk dalam tendon bandeng, baru kemudian dialirkan kembali ke laut.

Maryanto memilih metode kolam bandeng dan pakan organik karena udang vaname-nya sempat terkena penyakit. Hal ini membuat Maryanto gagal panen. Walau harga pakan organik buatan pabrik bisa dua kali lipat dari pakan sebelumnya, tapi pakan ini mengurangi pencemaran air yang ada di dalam dan di luar tambak.

Kondisi ekosistem laut saat ini tidak seperti pada era tahun tahun 1970. Dahulu nelayan dalam mencari ikan tidak terlalu sulit menangkap dalam jumlah besar. Namun dengan kondisi sekarang, ekosistem laut saat ini  sangat memprihatinkan. Hal itu disebabkan karena banyaknya eksploitasi besar-besaran terhadap ekosistem laut. Hal tersebut sangat dirasakan oleh para nelayan di Indonesia dalam mencari ikan.
Kondisi perikanan dan ekosistem laut yang semakin parah terlihat dari hasil data penelitian Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP tentang habitat terumbu karang yang saat ini 31 persen diantaranya rusak. Padahal terumbu karang adalah tempat ikan berkembang biak. Dengan indikasi tersebut artinya keberadaan ikan terancam punah.

Menurut Ketua Program Marine WWF, Wawan Ridwan  cara tangkap yang kurang terkontrol karena kurang ramah lingkungan juga menjadi penyebab ekosistem laut berkurang. Permintaan makanan laut yang terus bertambah dalam kebutuhan industri juga mengakibatkan ekosistem laut semakin pincang. Karena kebutuhan yang semakin meningkat dengan mensuplai dari laut membuat hewan stok di laut semakin berkurang jumlahnya. Ada ketidakseimbangan dalam kebutuhan yang disuplai dengan stok yang ada dilaut.
Mencegah kerusakan semakin bertambah, pemerintah dalam meningkatkan produksi perikanan nasional 17 juta ton pada tahun 2014. Pemerintah menggenjot hasil perikanan budidaya di beberapa daerah sekitar 35 persen. Peningkatan budidaya itu dilakukan untuk menghindari kerusakan ekosistem laut. Cara tersebut dianggap strategi jitu dan ampuh saat ini untuk menghindari kerusakan ekosistem laut.

Dengan menigkatkan hasil tangkapan ikan melalui budidaya perikanan, diharapkan produksi ikan dilaut bertambah dan rotasi perbaikan terumbu karang dapat pulih walaupun proses pembentukannya sangat lama.
Kendati demikian, pemerintah dari KKP menghimbau agar masyarakat juga bisa berpartisipasi dalam merawat ekosistem kelautan di wilayah tanah air Indonesia. Dengan begitu kita masih bisa menyelamatkan ekosistem laut dan meningkatkan produksi ikan baik itu hasil budidaya ataupun kelautan.

Sumber


Blog Ini Didukung Oleh :



adsense

0 comments:

Post a Comment

 
 
Copyright © blog
Blogger Theme by Blogger Designed and Optimized by Tipseo